Sabtu, 24 Mei 2014

Memang Lucu Yaa...

Saya seketika angkat topi dengan akting Reza Rahardian , pertama kali dalam film emak ingin naik haji. Kali ini tak mungkin saya melewatkan film terbarunya, Alangkah Lucunya (Negeri ini). Tak tanggung-tanggung, tanpa berfikir panjang, tepat pada pemutaran perdananya di bioskop, saya langsung meluncur untuk menonton. Selain reza Rahardian, banyak juga artis atis top indonesia seperti Slamet Rahajo, Dedy Mizwar, Jaja Miharja dan Tio Pakusadewo. 

Oke, cukup dengan pameran pemerannya. Alangkah lucunya (negeriku ini), sepanjang pengamatan saya, pendidikan menjadi salah satu tema yang ingin di ulas, kritik, atau diperhatikan dalam film ini. Pendidikan yang membawa orang ke kehidupan yang lebih makmur secara ekonomi. Dari sejak awal, apakah pendidikan itu penting atau tidak sudah dikibarkan melalui perdebatan antara Haji Sarbini (Jaja Miharja) dan Pak Makbul (dedy mizwar). Pak Makbul sebagai ayah Muluk (Reza Rahardian) yang telah berhasil menjadikan Muluk anaknya sebagai sarjana, tetap ngotot dengan pendapatnya bahwa pendidikan itu penting. Sedangkan Haji Sarbini tetap tidak setuju, dengan argumentasi, tanpa pendidikanpun kedua anak laki-lakinya telah sukses dah bahkan mampu menunaikan ibadah haji, walau tanpa sekolah tinggi. Disinilah mulai kelihatan bahwa memang benar negri ini alangkah lucunya. Muluk dengan pangkat sarjana manajemennya seharusnya dengan mudah mendapat pekerjaan yang layak dan sukses. Tapi faktanya, ia dengan usaha kerasnya masih belum dapat pekerjaan. Begitu juga dengan Samsul, teman muluk, yang sarjana pendidikan sehari hari bekerja sebagai pemain gaplek di pos ronda. 

Faktanya, pendidikan tak selalu mampu mewujudkan cita-cita ekonomi itu yang lebih baik itu. Apa sebab?

Apakah ini yang di maksud oleh sistem yang begitu terkenal yang disebut sitem ekuilibrium ekonomi? Bahwa mereka, jutaan sarjana itu, yang memiliki impian dan cita-cita yang begitu tinggi namun terhempas dalam keseimbangan ekonomi sehingga negeri ini tak mampu lagi menampung orang orang seperti itu. Begitu sempitnya lapangan pekerjaan. Edgeworth dengan diagramnya (yang sebenarnya tak kupahami) melukiskan, ekonomi seperti di negara ini bisa bisa akan bangkrut dan siap siaplah sarjana-sarjana malang akan tergulung dalam kebangkrutan itu. Haidar Bagir, dalam salah satu tulisannya di Tempo membeberkan pendapat Joseph E. Stiglitz, pemenang hadiah Nobel tahun 2011, yang bicara keras tentang ulah para banker dan pelaku bisnis keuangan di AS yang disebutnya sebagai telah mengacaukan ekonomi negeri itu. Apa penyebabnya? Saya copy-paste kan langsung dari tulisan Haidar, menurut observasi Stiglitz, telah terjadi kerugian mahabesar terhadap ekonomi karena turunnya produktivitas akibat hilangnya ruang bagi sebagian besar orang untuk berpartisipasi dalam ekonomi, turunnya efisiensi ekonomi karena kekuatan monopoli oleh dan pemberian privilese pajak kepada kelompok kaya, serta hilangnya tindakan kolektif yang seharusnya mendukung kekuatan ekonomi. 

Apa-apa yang kebarat-baratan di negri ini selalu dianggap keren, maju, modern. Tak hanya kawula mudanya yang suka meniru, rupanya, orang-orang tua yang mengurus negri ini juga terjangkit penyakit latah ini. Melatahkan monopoli ekonomi. Seperti lintah, ia menghisap darah negri ini, hingga terkulai lemas. Lobi-lobi korporasi mahabesar terlalu kuat mempengaruhi pemerintah. Pemerintah seperti pernah membeli jasa kepada korporasi hingga memuluskan langkahnya untuk duduk di kursi empuk kepresidenan. Efeknya tentu saja kepada masyarakat kecil yang tak punya ruang untuk menaikkan taraf hidup. Muluk, dalam film itu sempat juga ingin berbisnis beternak cacing. Tentunya setelah mempertimbangkan segala sesuatu yang secara ekonomi harus dilakukan. Prospek, ruang kerja, pasar, manfaat, daya saing, atau modal. 

Modal mungkin merupakan masalah krusial yang menghalangi produktifitas dan kreatifitas masyarakat. Saya pernah menyarankan seorang teman untuk mencoba usaha futsal di lombok, kampung saya. Dengan mengambil contoh olahraga futsal yang berkembang pesat di jogja saat itu. Ia tertarik. Modal menghambat geraknya. Ia berusaha namun akhirnya patah. Gagal mencari modal. Setahun kemudian, ia menyesal luar biasa karena usaha penyewaan lapangan futsal berkembang pesat di lombok dan menjamur dimana-mana. Seorang teman juga yang mencoba meminjam uang di bank untuk modal sampai berucap ''seharusnya di setiap bank ditempatkan satu wali Allah yang bisa membaca keseriusan hati orang yg akan mengembalikan semua pinjaman tepat waktu'', itu semua karena prosedur bank yang berbelit-berbelit hingga memusingkan kepalanya. 

Akhirnya dalam film itu, muluk yang sarjana ekonomi mengambil usaha yang tak biasa, aneh, berbahaya dan berpeluang besar sekali menciptakan perdebatan di kalangan agama. Memanajemen kelompok copet anak-anak. Dia rasa untuk sementara inilah ruang yang memberikanya peluang untuk mengembangkan kemampuannya. Sambil membuat tujuan untuk membawa mereka, para pencopet, ke pekerjaanya yang lebih aman dan legal. Dia sukses besar. Teori manajemen di aplikasikanya dengan indah. Keseruan film semakin terangkat ketika masuk ke ranah agama. Ayah Muluk mengetahui pekerjaan muluk, dan langsung memvonis bahwa pekerjaan muluk itu haram mutlak. Khatamlah kesuksesan muluk. Samsul yang awalnya di plot muluk untuk menjadi guru bagi anak2 copet, membujuk muluk agar kembali menekuni usaha ini. Samsul berdalil bahwa Tuhan maha memaklumi. Tapi muluk membantah, bahwa kita tak tahu batas maklum Tuhan. 

Bagaimana kita menyikapi hal ini? Siapa yang mesti disalahkan? Muluk kah yang tidak sabaran untuk mencari pekerjaan? Bukankah terlalu banyak pekerjaan di dunia ini, yang halal, hanya membutuhkan keberanian untuk menggerus gengsi? Tukang parkir, tukang cuci baju atau piring, tukang plitur di mebel-mebel, supir angkot, pemulung dan masih banyak lagi. Atau mungkin sistim di negara ini yang kurang beres. Korporasi korporasi besar yang dibiarkan beredar dengan liar untuk memonopoli ekonomi? 
Untuk jawabanya, saya serahkan ke para pembaca yang budiman.. 

Terakhir, ada satu quote dalam film itu yang buat saya tertawa sendiri. Saya rangkai saja dengan bahasa sendiri. "pendidikan itu sangat penting, setidaknya untuk memberitahu kita bahwa pendidikan itu tidak penting'' 

Emang lucu yaa...

Jumat, 23 Mei 2014

AT FIRST SIGHT


"Only Love Can Bring You To Your Senses" lah yang akhirnya disetujui untuk menjadi tags line film "At First Sight" besutan Irwin Winkler. Tak sempat diputar di bioskop-bioskop Indonesia pada 1999 silam. 


Anda pasti setuju dengan tags line nya bila menonton film ini. Singkatnya, ini tentang kisah pemuda buta yang sembuh dari kebutaan karena bantuan sang kekasih, seorang arsitek wanita yang perfeksionis. Namun setelah menjalani beberapa lama dengan mata baru,sang pemuda memutuskan untuk kembali hidup dalam kebutaan. Kembali meramaikan hidup dalam kegelapan. 



Mengapa? 



Bagi yang hobi berdebat dan berfilsafat tentang keadilan Tuhan, ada baiknya menonton film ini. Ada yang tanpak jelas ditonjolkan di sini, adalah Tuhan amat maha tahu tentang makhluknya. Melawan atau mengganti kehendak Tuhan demi tujuan membahagiakan justru mendatangkan sebaliknya. Virgil (Val Kilmer) si buta ternyata tak suka disehatkan matanya. Mungkin agak sedikit kecewa. Harapannya tentang keindahan dunia masih kalah jauh dari dunia dalam imajinasi, imajinasi yang menerangi kebutaan matanya. Ukuran kebahagian tentu berbeda pada setiap orang. Sang kekasih ingin Virgil mampu melihat, agar sama dengan orang lain, agar hidup lebih bahagia. Padahal sang kekasih lebih tepatnya ingin memakai ukuran bahagia yang dia inginkan. Dengan kalimat lain, Ia bahagia melihat Virgil mampu melihat. Ia bahagia Virgil dengan mata barunya mungkin akan memandang dirinya dengan penuh ketakjuban. Walaupun faktanya virgil ternyata tak bahagia. 



Haidar Bagir jum'at ini membahas kebahagian sederhana di radio Lite Fm. Dengan program acara Lite is beautiful, Haidar menyimpulkan bahwa kebahagiaan itu bisa dicapai dengan mengkalkulasi rahmat Tuhan yang mengalir pada kita. Sedikit pertanyaan saya ajukan melalui akun twitternya tentang apakah kita harus puas dengan apa yang ada ini tanpa harus sibuk meraih pencapaian pencapaian, Beliau menjawab "@Haidar_Bagir: Berlatihlah bahagia dalam keadaan apa pun. Kejar prestasi agar bisa lebih berbagi." that the point, pencapain itu dikejar bertujuan untuk berbagi, untuk membahagiakan orang lain. Karena hakikatnya kebahagiaan tertinggi ketika kita mampu bermanfaat buat orang lain. 



Pesan lain dalam film ini adalah, kita diajarkan untuk menetapkan kecantikan itu pada kebaikan hati seseorang. Maksudnya, seperti kita ketahui, Virgil yang buta matanya hanya bisa menterjemahkan bahwa yang namanya cantik (atau ganteng tentunya) itu adalah perhatian dan kasih sayang melimpah yang disodorkan manusia. Kekasihnya dan kakak wanitanya membanjirinya dengan itu. Makanya dalam benak Virgil keduanya adalah wanita cantik. Jadi perempuan cantik tak sekedar diukur dari paras wajahnya, tapi bagaimana paras hatinya. Seperti Muhammad Iqbal berkata, "warna biru bukan kualitas yang ada pada langit. Biru adalah sekedar sensasi yang direkam benak kita." Dan perekaman itu telah dipertahankan selama berabad-abad. Seperti yang kita ketahui konsep itu akan selamanya juga menjadi tak objektif, karena tak mungkin kita menyamakan persepsi. 



Sekali lagi, Tuhan maha adil, maha tahu, dan maha baik dalam memutuskan menjadi seperti apa idealnya seorang hamba. Yang perlu kita lakukan adalah bersyukur. 



"And when you see what's real about yourself, then you've seen a lot ... And you don't need eyes for that ..." (Virgil) 



Absb 230514

Rabu, 21 Mei 2014

Film Emak Ingin Naik Haji: Hakikat Hati Seorang Ibu

Aku harus menerobos hujan untuk dapat menonton film ini. Sehari setelah premiere film ini kupaksakan diriku memacu motorku agar dapat duduk dengan nyaman di kursi bioskop yang sepi. Aku yakini sepi karena film ini masih kalah saing dengan twilight dan 2012. Bajuku setengah basah ketika mengantri karcis. Tidak terlalu lama giliranku tiba. “Emak Ingin naik Haji satu mba”, kataku kepada petugas karcis. Terlihat raut muka yang sedikit kasihan dari petugas karcis ketika melihat bajuku yang basah.

Aku terlambat bebarapa menit. Ketika masuk kedalam, deretan kursi penonton pada nomer kursi ku hanya terisi satu orang. Hanya ada sekitar 20 penonton yang hadir menyaksikan film ini dan duduk diatas kursiku. Tebakan ku benar.

Film ini sangat “membunuhku”. Untuk seorang yang belum memberikan sesuatu yang berharga bagi Ibunya atau emaknya tentu akan merasa seperti itu. Perasaan sedih bercampur bersalah seketika tak bisa kuhindari. Aku berusaha semampuku agar mataku tak berkaca walaupun pria, jarak 4 kursi disampingku, sudah terdengar tarikan hidungnya agar ingusnya tak keluar. Tapi aku tak mampu. Air mataku mengalir juga (dasar cowok cengeng).

Mungkin aku terkesan berlebihan. Mungkin bagi sebagian orang film ini tak seharu itu. Tapi bagi orang yang ditinggal wafat oleh ibunya ketika dia belum memberikan kebahagian untuk ibunya dampaknya akan sama seperti aku rasakan. RASA KEBERSALAHAN.

Ibuku wafat pada oktober 2005 karena kangker payudara. Tepatnya pada bulan puasa malam turunnya alquran, 17 Ramadhan. Ia begitu tegar sehingga anak anak nya dan saudara kandungnya tak ada yang tahu penyakitnya. Kami tahu bahwa ibu terkena kangker ketika Ia telah koma di Rumah Sakit. Hanya bapak yang tahu perihal kangkernya ini. Ia begitu kuat menyimpan rahasia agar anak anaknya bisa terus tersenyum manis.

Ibu adalah segalanya bagiku. Ia begitu manis dan indah untuk selalu di sebut. Kapanpun itu. Saat mendung ataupun cerah. Jengkel atau marahnya pada diriku begitu anggun.

Itulah yang membuat film ini begitu menusuk jiwaku. “Sekarang uang emak ada lima juta, sudah nabung lima tahun. Kalau sekarang naik haji ongkosnya tiga puluh juta, berapa tahun lagi ya, Zein?” inilah salah satu dialog pada film itu. Lalu dilanjutkan dengan dialog, “ biarin deh g sampai umurnya g papa dah, naik haji khan buat orang yang mampu iya nggak.” Lihatlah film ini begitu berhasil menyatakan bahwa pada dasarnya seorang ibu yang sangking sayangnya tak ingin menjadi beban dalam hidup anak anak nya. Ia tak sanggup untuk menyiksa anaknya, demi memenuhi apa yang diinginkannya. Ia tak rela bila anaknya ikut menderita karena penderitaan dirinya. Seperti ibuku yang tak ingin anak anaknya tahu tentang kangker yang memakan sel sel tubuhnya. Begitulah sejatinya hakekat hati seorang ibu.

Peran seorang anak juga sangat sukses dalam film ini. Yang selayaknya berbakti dan ingin berbuat lebih untuk kebahagian seorang ibu yang tak mengharapkan apa apa. Air mata saya tumpah ketika sampai pada adegan ketika Zein, anak dari Emak yang baru pulang dari rumah sakit akibat tertabrak mobil histeris dan mengamuk karena tangannya tak lancar melukis lagi. “Sekarang Zein cacat, emak. Zein nggak bias bikin Emak seneng. Zein nggak berguna.

Sungguh sebuah film yang sangat inspiratif. Yang mampu menyodorkan hakikat sejati menjadi seorang ibu dan menjadi seorang anak. Setidaknya itu salah satu pesan dalam film ini diantara pesan pesan yang lain. Sungguh sebuah film yang layak menjadi koleksi film di rumah kita.

Semoga bermanfaat

Harapan dalam 'Shawshank Redemption'

''hope is a good thing, maybe the best of things, and no good thing ever dies''.

Waktu adalah hal yang paling sering 'dipermainkan' oleh kaum revolusioner. Ada yang sering menganggap waktu sebagai musuh. Di Cina, misalnya, Mao Zhe-dong seketika bersebrangan dengan kong hu-cu. Itu semua karena waktu. Mungkin ini juga sebabnya Mao Zhe-dong memerintahkan agar Kong Hu-cu tak diikuti. Kong Hu-cu mengatakan bahwa berlaku pelan bukanlah sesuatu yang salah, asal kita tak berhenti melakukan kerja. Mao tak terima. Mao 'melompat' dengan tujuan 'memotong' waktu sebagai tebusan untuk mengejar-karena terlampau jauh-ketertinggalan dengan dunia kapitalis. Namun tidak dengan Khumaini dan revolusinya yang gilang gemilang. Senada dengan Kong Hu-cu, khumaini betul-betul mengatur strategi dengan matang hingga memakan waktu. Pelan namun pasti kekuasaan tiran ditumbangkannya, walau ia mengecup manisnya revolusi dalam umur yang tua, 70an tahun.

Baik Mao, Khumaini dan Kong Hu-cu melakukan semua tahapan itu semata-mata demi sebuah harapan yang harus diwujudkan. Andi Dufrense, tokoh utama dalam film shawshank redemption juga mengajarkan bahwa berharap untuk kebahagian harus terus di kejar. Tak peduli dengan waktu bahkan tekanan sekalipun. Memakan waktu lama juga tak masalah. Seperti beberapa proses geologi yang disukai andi, semua berhubungan dengan 'time and presure'. Yang penting hasil yang sukses. Bukankah batubara baru bisa difungsikan setelah melalui proses tekanan dan pematangan selama ratusan juta tahun.

Shawshank redemption adalah sebuah film yang bercerita tentang sebuah penjara dan segala dinamika yang terjadi didalamnya. Penjara shawshank yang hanya memuat orang-orang dengan kasus berat. Hukuman seumur hidup. Andi dufrense berada didalamnya karena dituduh membunuh istri dan selingkuhannya. Andi mempunyai seorang sahabat yang bernama Red. Red pernah berkata pada andi bahwa disini, dipenjara ini bukanlah tempat untuk mempunyai harapan. ''Harapan adalah hal yang berbahaya, ia bisa membuatmu gila. Harapan hanya untuk orang-orang diluar sana, bukan didalam sini'' ujar Red. Andi terdiam. Ia menyimpan kata-kata Red dan berniat membuktikan bahwa Red salah. Tentunya dengan sebuah hasil. Brooks, juga sahabat andi dan red, seolah membuktikan bahwa red benar. Brooks telah terpenjara didalam shawshank selama 50 tahun. Ia sampai merasa bahwa dunia hanya selebar shawshank. Ketika ia mendapat pembebasan bersyarat, ia ketakutan dan tidak siap menghadapi dunia yang real. Raut muka yang ketakutan dan gelisa mengisi rona wajahnya. Bagi brooks dunianya adalah seluas penjara. Ia orang penting dan terpelajar didalam penjara, tapi tak berguna di luar. Ia tak tahan dan akhirnya menggantung dirinya hingga wafat.

Apa yang terjadi pada brooks? Pantas saja, para psikolog dan antropolog menghasilkan suatu kesimpulan tentang jiwa para pengungsi yang terusir dari 'rumah'. Kita masih bisa melihatnya hingga saat ini bagaimana terdamparnya warga palestina di jalan-jalan 'rumah' orang, yordania. Mereka kehilangan orientasi fundamental yang membuat segalanya menjadi relatif dan tak bertujuan. Rumah mereka, akar-akar budaya, identitas semuanya yang dulunya tetap kini lenyap. Kini mereka para migran berada di tempat unik, merasa tersesat, pengap, dan seketika mereka merasa 'dunia' mereka secara harfiah telah layu, lemah, dan akhirnya tamat.



Harapan, menurutku itulah sebabnya. Brooks tak pernah punya harap untuk kehidupan yang lebih maju. Kehidupan yang lebih progresif. Ia tak pernah mempersiapkan seperti apa kehidupan didepan yang pasti akan dilalui, tapi tak pasti tahu seperti apa yang kelak terjadi dikemudian hari. Sekali lagi Brooks tak pernah punya harap, keinginan, obsesi dan cita-cita. Sama halnya dengan para pengungsi, mereka tentu punya setitik harap, tapi tanpa tindakan dan ketakutan menghadapi tekanan. Waktu memakan usia mereka sia-sia. Tidak seperti para pejuang yang mempertahankan kedudukan mereka ditanah tercinta. Mereka berjuang, mereka menerima tekanan, mereka berevolusi, demi sebuah harapan yang indah.

20 tahun andi dufrense merancang sebuah 'revolusi pelarian diri'. Hanya dengan sebuah palu kecil dan kemampuannya di bidang perbankan dan pajak. Puluhan tahun ia membantu kepala penjara yang korup, untuk menggelapkan uang korup. Andi tahu sistim perbankan. Dengan mudah ia mengelabui dan menipu bank untuk menyimpan uang korup penjara dengan nama yang diciptakannya sendiri. Nama yang hanya sebuah nama tanpa wujud orangnya. Setelah berhasil melarikan diri dengan cara yang anda para pembaca yang harus menontonnya sendiri, andi menghilang tanpa jejak dan hidup di wilayah pantai samudra pasifik dengan miliaran uang hasil korup sang kepala penjara.

Harapan lah yang menjadi pesan film ini. Berani berharap artinya berani untuk berjuang dan menerima segala tantangan. Berani berharap juga berarti bersiap untuk berproses menjadi lebih baik. Harapan Andi untuk dapat merevolusi penjara dan hukum serta dapat menghukum para pejabat yang korup tercapai. Inilah yang membuat andi selalu bisa berfikir demi mewujudkan harapanya dan waktu menjadi tak terasa. Red berkata, orang akan melakukan banyak hal dalam penjara untuk membunuh waktu dan jenuh. Andi membuktikan ia bisa selalu berkarya dalam penjara dan tak perlu gantung diri didunia yang nyata. Diluar penjara ia sempat berkirim surat kepada red dan mengatakan dalam surat itu bahwa, harapan adalah hal yang baik, mungkin yang terbaik dari sesuatu, dan tidak ada hal baik yang pernah mati

Makanya dalam salah satu doa yang di ajarkan Rasul yang agung ada yang berbunyi, ''IRHAMM MARRA'SUMA LIHII RAJAA, Kasihanilah orang yang modalnya adalah pengharapan.''


F for Freedom, V for Vendetta

Apa yang ada dibelakang kulit dan daging diwajah kita yang kerap kali jarang dipuja? sebuah ide jawabannya. Tidak seperti pembungkus yang paling luarnya alias wajah yang sering sekali menjadi tolak ukur kesuksesan, ide seringkali menjadi seperti aktor yang keluar terakhir kali pada sebuah pegelaran teater. Ia tak begitu diharapkan kemunculannya cepat-cepat. Ia dianggap bisa berkembang dengan berjalannya waktu. Yang penting bagaimana menampilkan yang menarik mata, menggelorakan libido, mengawurkan tingkah laku. V peran utama dalam V for Vendetta harus membatalkan pandangan itu. Ia tampil dalam topeng nyata yang bisa dipesan. Seraya ingin menyadarkan bahwa wajah ini hakikatnya topeng walau ia permanen tak bisa dipesan. Bibir bisa selalu tersenyum walau jiwa dalam kondisi gelisah dan marah. Itulah yang dipilih V, topeng yang selalu penuh senyum, dengan bibir setengah lingkaran membengkok keatas. Artinya suka, bahagia, yakin.

V for Vendetta adalah sebuah film tentang ide. Ide yang mampu meledakkan sebuah 'bangunan parlemen' yang menjulang atas nama keserakahan dan kejahatan. Ide yang menelorkan sebuah revolusi yang memang sudah seharusnya dahsyat terkadang mengerikan. Kekuatan fasis menguasai inggris. Kejahatan, penguasaan total pada rakyat tanpa demokrasi adalah jalan yang ditempuh penganut fasis, setidaknya dalam film itu begitulah yang terjadi. Keping-keping runtuhan parlemen membententur kesetiap kepala hingga bergeraklah mesin kesadaran dalam jiwa dan otak setiap masyarakat dan musnahlah kekuatan fasis yang menjadi dasar kebijakan inggris saat itu.

Film V for Vendetta yang diracik dari sebuah novel karya Alan Moore dan David Lloyd rupanya setuju dengan pendapat Plato tentang ide. Ide dalam benak plato adalah abadi. Ia menyusup kedalam tubuh atau indra dan ia tak terikat olehnya. Ia adalah hasil dari proses dalam ranah rasio sadar yang menurutnya lagi tak peduli dengan lingkungan tak terusik oleh keadaan dan musnahnya raga serta lenyapnya waktu. Ia langgeng dan abadi (eternal). Plato menyatakan : …..(Siapa yang mengetahui dzatnya, dirinya menjadi dewa/tuhan). Al Ghazali mengatakan : tutuplah matamu agar kamu melihat. Maksud dari kedua pernyataan itu adalah ada yang lebih bermanfaat dari sekedar fungsi mata untuk melihat. Ide adalah hasil olah otak dan jiwa dalam sebuah perenungan, ia tak membutuhkan indra untuk berfungsi, bahkan mata yang terpejam dan gelap bisa lebih tajam menghasilkan sebuah ide. Ide-ide merupakan sistem norma atau standar untuk mengukur apakah sesuatu itu memiliki nilai atau tidak. Ide-ide itu adalah gambaran paling sempurna dari segala sesuatu dan menjadi tujuan tertinggi dari segenap moral dan estetika. Melalui gambaran ideal itu, setiap perilaku moral dan etika dapat ditentukan baik buruknya. V mengatakan tentang ketakmusnahan dan ketakberubahan ide dalam satu kalimat yang menghantam militer ketika sepucuk senjata yang ditodongkan kepadanya, “Beneath this mask, there is more than flesh, beneath this mask there is an idea, and ideas are bulletproof.” Tafsirannya, ide bukan tandingan sebuah peluru, ia tetap abadi walau topeng yang membungkusnya bisa musnah.

and ideas are bulletproof
Kembali ke film. V adalah korban dari keserakahn dan kekejaman dinasti fasis saat itu. Ia bisa dikatakan satu satunya yang selamat. Dendam kesumat atas ketidakberesan dunia yang dipijaknya membuat V memutar kepalanya demi sepercik ide tentang perubahan. Banyak yang menyesalkan tindakan V yang difilm itu sangat anarkis. Tapi saya setuju. Sebuah revolusi terkadang membutuhkan pengorbanan. Toh yang dianiaya V adalah orang orang yang memiliki catatan kejahatan yang tak ternilai agungnya. Dalam ilmu psikologi, prilaku manusia tak bisa dipahami maknanya kecuali dilihat dari sisi motivasi yang menyertainya, baik itu motivasi biologis, psikologis atau spiritual. Berdasarkan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow, teori X dan Y Douglas McGregor maupun teori motivasi kontemporer, arti motivasi adalah alasan yang mendasari sebuah perbuatan yang dilakukan oleh seorang individu (Wikipedia). Evey, orang yang paling pertama tahu apa yang direncanakan V awalnya tak menyetujui dan marah dengan tujuan V. alasan V lah yang menyebabkan Evey mendukung rencananya. Semua itu demi sebuah tujuan mulia. Evey memahami prilaku V dari motivasi yang diusungnya. Ada ucapan Voltaire yang sangat terkenal, ‘it is dangerous to be right when the government is wrong.” Begitulah semangat revolusi.

Alhasil ide yang merupakan hasil dari perenungan dan pemikiran adalah hal yang menjadi syarat keberlagsungan hidup ini. Terlepas dari pro kontra terhadap film itu, ide adalah hikmah yang ingin disampaikan oleh film itu. Ide bisa dikatakan adalah masterpiece ciptaan Tuhan hasil dari proses akal yang menjadi kebanggaan Tuhan akan ciptaanNya, manusia. Manusia menjadi mahkluk tersempurna karena ide yang mampu diaplikasikan. Dan ide sekali lagi anti peluru.

Jakarta, setengah jam lagi menuju tgl 1 juli 2012

The Gods Must be Crazy, Erich Fromm dan Modus Eksistensi

"They must be the most contented people in the world. They have no crime, no punishment, no violence, no laws, no police, judges, rulers or bosses. They believe that the gods put only good and useful things on the earth for them to use." 

Kutipan tersebut tentu menurut kita mungkin hanya ada di surga. Bagaimana rasa hidup tanpa ada aturan, tanpa ada kejahatan, oleh karena itu tak membutuhkan polisi apalagi hakim, jaksa dan semua perangkat pengadilan. Apa rasanya hidup tanpa perlu segan dan takut dimarahi bos. Dan apa rasanya hidup dengan perasaan bahwa Tuhan telah memberikan semua hal yang dibutuhkan untuk memenuhi semua syarat yang disebut BAHAGIA. 

Mungkin tidak selalu surgalah tempat dimana kejahatan dan peraturan itu tak mendapatkan tempat. Sebenarnya, kalau anda percaya, kutipan itu ditujukan pada suatu tempat dipedalaman suatu negara. Nama tempat itu Kalahari. Entahlah di negara mana itu, lebih baik anda menonton langsung film yang berjudul The Gods Must be Crazy, jadi saya tak perlu lelah untuk membuktikannya. Di film itulah tempat itu diadakan. Alhasil sebuah komunitas kecil tumbuh di wilayah yang disebut kalahari itu. Dan tentu saja sangat makmur dan bersahaja. 

Tapi, iya, mereka makmur. Bukan karena kelebihan harta. Justru mereka makmur karena tak ada satupun yang harus diributkan dan direbutkan untuk dimiliki. Di Kalahari hanya ada pohon, padang pasir, rumput dan sejumlah binatang liar. Barang yang paling keras yang mereka punya yaitu tulang dan kayu. 

Sampai suatu saat, rupanya, Tuhan ingin menguji mereka. Karena apa enaknya hidup tanpa pernah naik pangkat. Tuhan kan telah berjanji untuk menguji setiap ciptaannya, terutama manusia. Maka jatuhlah sebuah benda dari langit, tepatnya dari pesawat kecil, dibuang oleh penumpangnya. Mereka bilang benda itu harta dari Tuhan. Anugerah. Harta yang berharga itu adalah sebuah botol. Apa hebatnya sebuah botol? Tentu menurut mereka, lebih hebat dari yang mereka punya. Lebih kuat dari yang tulang dan kayu bisa. Dan tentu saja yang terpenting, botol itu telah membuat mereka bertikai, ciri masyarakat beranjak modern karena ada setitik rasa memiliki muncul di hati mereka. 

Rupanya mereka tak lulus uji. 

Mengapa tak lulus uji? Kita mulai dari analisa Erich Fromm. Menurut Erich Fromm, bencana yang sering menimpa dunia yang dihuni masyarakat modern adalah adanya rasa memiliki. Maksudnya keinginan yang berlebihan untuk memiliki sesuatu yang sejatinya belum sangat diperlukan. Masyarakat modern berfikir bahwa mereka ada karena memiliki. Erich Fromm menyebutnya dengan istilah modus eksistensi memiliki. Tobe is to have. Status mereka diukur dengan jumlah yang mereka miliki. Perjuangan hidup pun adalah perjuangan untuk menambah daftar barang yang dimiliki. Padahal menurut Dewi Dee Lestari, atas nama kecukupan, satu manusia bisa hidup dengan lima pasang baju dalam setahun, bahkan lebih. Disebut sebagai acquistive society, masyarakat yang rakus dan serakah untuk memiliki. Inilah yang disebut sebagai a basis for the having mood, yaitu dasar kehidupan memiliki, lantaran memiliki, mempunyai dan mengambil untung dianggap sebagai hak suci bagi setiap individu dalam masyarakat industri. 

Dan seketika masyarakan Kalahari menjadi modern dengan kehadiran sebuah botol ditengah tengah mereka, yang mereka anggap anugerah dari Tuhan. Botol yang banyak fungsi dan menciptakan pertikaian. 

Masyarakat modern kala ini bisa dipastikan tak beda dengan komunitas kalahari itu. Amerika menginvasi Irak hanya semata masalah botol yang berisi minyak. Atau berang terhadap Iran hanya karena Amerika saja yang boleh memiliki botol berisi uranium yang bisa menjadi energi nuklir. Jadi apa bedanya? Sama-sama primitif. 

Sigmund Freud malah lebih kejam. Waktu membahas tingkat-tingkat perkembangan manusia, Ia menyamakan orang-orang yang masih memperebutkan atau asyik mengumpulkan kekayaan seperti tingkat kedua perkembangan anak. Yaitu tahap anal. Asyik mempermainkan, menonton dan mengumpulkan apa yang dihasilkannya. Seperti anak-anak yang mempermainkan kotoran yang keluar dari perutnya. Ia bekerja keras hanya untuk menumpuk kekayaan, hanya untuk mempermainkan anugerah Tuhan yang diberikan karena kerja kerasnya semata 

Kembali ke Erich Fromm, harusnya manusia memakai modus eksistensi menjadi (bukan memiliki) dalam perkembangan hidupnya. Berproses untuk lebih menjadi manusia. Senada dengan Fromm, Ali Syariati menjelaskan dengan merujuk AlQuran bahwa Tuhan memakai tiga kata dalam kitab suci yang berarti manusia. Ada basyar, nas, dan insan. Ketiga kata itu berarti manusia. Tapi mempunyai makna yang berbeda. Basyar adalah manusia biologis, nas menunjuk manusia yang mempunyai interaksi dengan sesama makhluk ciptaan, dan insan adalah yang termulia, yang selalu-dalam bahasa Syariati-mendialetikan antara lempung kotor dan ruh Tuhan. Apalagi pada kata Insan ditambahkan kata kamil, sempurna. Syariati dan Fromm sepakat bahwa yang harus kita upayakan dalam universitas hidup ini adalah bagaimana meraih gelar insan kamil. Yaitu manusia menjadi. 

Bahkan dalam cinta, Fromm menyatakan tak ada kata memiliki didalamnya. Kita tak memiliki wanita atau pria yang kita cintai. Kita mencintai dia karena dia membawa dan mengarahkan kita untuk mencintai alam semesta beserta interaksi didalamya. Dengan begitu keterpisan tak munkin jadi problem, karena rasa keterpisahan disebabkan oleh adanya rasa memiliki. Botol direbutkan dengan sengit, dipeluk, digenggam erat karena takut akan keterpisahan. Kecintaan terhadap botol baru pada taraf ingin memiliki sepenuh hati. 1400 tahun yang lalu Nabi yang mulia sudah mengingatkan dengan tegas, "bahkan terhadap istri, kalian tidak memiliki mereka sedikitpun.” 

Tentu kita boleh memiliki sesuatu. Yang dipermasalahkan orang-orang besar itu adalah sikap terhadap kepemilikan itu. Disinilah ciri modus eksistensi menjadi itu harus kita munculkan. Bahwa apa yang kita miliki sejatinya bisa mengarahkan kita menjadi lebih baik. Apa yang kita miliki adalah bagian dari proses untuk perbaikan diri kita. Perbaikan diri kita adalah puncak kebahagiaan. Mobil yang kita miliki harus membantu kita meraih kebahagiaan itu. Tentu bukan karena kita memiliki mobil kita bahagia, tapi apa yang bisa diperbuat mobil itu untuk mewujudkan cita-cita perbaikan diri itu, hingga kita menjadi bahagia. Dan seterusnya dan seterusnya. 

Ada beberapa buku yang lebih bisa menjelaskan permasalahan ini dengan komprehensif. Saya hanya pengutip yang dengan setengah mati ingin menggunakan kalimat yang diterbitkan otak dari memahami buku-buku itu. Agar saya tak dikatakan menganut mazhab modus eksistensi memiliki saya akan sebutkan saja, ada buku Meraih Cinta Ilahi dan Jalan Rakhmat, keduanya di tulis oleh Kang Jalal, ada buku Ali Syariati yang berjudul Peran Cendikiawan Muslim, dan buku The Art of Love-nya Erich Fromm, dan dari beberapa situs dengan kata kunci Erich Fromm. 

Termasuk kata-kata terakhir ini, saya kutip dari Fromm, "Keserakahan adalah jurang maut yang memaksa orang untuk berupaya tanpa henti demi memenuhi kebutuhan tanpa pernah mencapai kepuasan." 

absb, 16 mei 2014